Senin, 27 Februari 2012

Missing You So Much, Mom


Sudah dua minggu berlalu, dan hampir tiga minggu aku tidak pulang kampung karena ada urusan yang harus ku selesaikan di kampus. Ini sangat jarang terjadi. Tidak seperti biasanya. Aku yang terbiasa pulang ke rumah seminggu sekali. Kini harus berlama-lama dan menghabiskan waktuku jauh dari ibu. Entah kenapa kali ini aku sangat merindukan ibu. Merindukan canda tawa bersama ibu. Merindukan wajah ibu yang penuh akan kasih sayang.  Merindukan masakan ibu. Memang, kerinduanku saat ini hanya tertuju pada ibu.
            “wes maem durung? Ojo sampe telat maem loh  nduk, ben ra loro eneh.”
            (sudah makan belum? Jangan sampai telat makan loh nak, biar tidak sakit lagi)
            Begitulah pesan singkat yang ibu layangkan kepadaku. Ibu sangat perhatian. Pertanyaan sederhana seperti itu yang justru membuatku semakin rindu pada ibu. Ibu tak pernah sedikitpun mengabaikanku. Meskipun jarak memisahkan aku dan ibu, tetapi bukan berarti aku tidak bisa dekat dengan ibu. Aku rela berpisah dengan ibu demi membahagiakan ibu kelak. Saat ini, aku sangat merindukan hari-hari indahku bersamanya. Hari-hari yang yang sangat berkesan. Dimana aku mengerti akan besarnya kasih sayang. Mengerti akan hangat dalam dekapannya. Mengerti akan begitu besar pengorbanannya. Mengerti akan pentingnya arti hadirnya disisiku.
            Aku sangat sensitif ketika ibu mengucapkan kata “sakit”.  Itulah yang membuatku semakin merindukan akan hadirnya dia di sisiku. Teringat 4 bulan yang lalu. Saat aku terpaksa harus dirawat di rumah sakit karena sebuah keadaan yang memaksaku untuk dirawat di rumah sakit. Dialah perawatku. Melebihi perhatian perawat rumah sakit disitu. Bahkan dialah pembantuku. Dia rela lari kesana-kemari, ku pintanya hanya untuk  mencari segelas teh hangat. Dia suapkan bubur dengan sayur asam yang berisikan kacang panjang bercampur bayam. Ah,  makanan itu sungguh tidak enak jika dibandingkan dengan masakan ibu.Aku seharusnya malu sama ibu saat itu,  dia rela tidak makan. Dia rela menahan perutnya kosong, perih, tetapi justru dia mengacuhkannya. Dia rela tidak tidur hanya untuk menemaniku yang tergeletak tak berdaya di atas kasur. Aku yang saat itu tertidur pulas di kasur yang empuk, tapi justru dia mengalah. Dia tidur di atas gelegaran tikar dan berselimutkan jarik coklat bermotif kawung.  Bahkan dia rela tidak mandi hanya untuk selalu menyandingku di sampingnya. Tak sedetikpun dia melangkahkan kakinya untuk tidak jauh dariku. Dia tidak mau terjadi apa-apa denganku. Setiap menit, setiap jam, setiap waktu dia selalu menyanyakan keadaanku.
            “piye wes penakan durung?” (bagaimana, sudah baikan belum?).
            “isik loro gak nduk?” (masih sakit gak nak?).
            “arep maem opo nak?” (mau makan apa nak?).
            “ngomong nang ibuk, nek arep opo-opo.”(bilang sama ibuk kalau mau apa-apa).
            Dengan lembutnya dia uraikan kata-kata itu. Bahkan sempat dia menteskan air mata. Sungguh tak sanggup rasanya mengingat waktu itu. Begitu besar pengorbanannya. Begitu besar perjuangannya. Semua dia lakukan hanya untuk kesembuhanku semata.
            Di malam yang sunyi, tenang,  ketika semua penghuni kostan ini mulai beranjak ke alam mimpi indah mereka, bertemankan dengan netbuk pemberian dari ibu dan bapak, jari-jemariku mulai menari dengan indahnya. Merangkai huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat. Hingga terangkai sebait pesan yang ingin kusampaikan untuk ibu yang nan jauh di sana.

            Ibu,
            Saat ini aku merasa dingin, aku menginginkan selimut yang penuh akan kehangatan, seperti hangatnya dalam  dekapan dan pelukanmu.
            Ibu,
            Saat ini aku merasa suntuk terlalu banyak beban tugas yang harus ku kerjakan, aku merindukan dukungan dan semangatmu, seperti yang pernah kau beri saat aku jatuh sakit waktu itu.
            Ibu,
            Saat ini aku sangat membutuhkan hadirnya seseorang yang mau menemaniku dengan sejuta kasih sayang, seperti besarnya kasih sayangmu yang tak pernah pupus.
            Ibu,
            Ibu,
            Ibu
         &nbrp;  Aku sangat merindukanmu.   
                                    “Mom,  I always miss the best moment that we’ve done. Everything, everywhere, everywhen, and everytime, I’ll always remember it. Here, I am alone. Now, I am thinking of you. Thinking the greatest angle that I have, thats you my beloved Mom. Thanks God for giving the best mom like her”.
            Thats all..................
                                                                                              Your beloved daughter
                                                                                                          Upiet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar