Senin, 05 Maret 2012

Sosok Di Persimpangan Jalan (Kisah Pengagum Bodoh)

Aku baru menyadari kalau diriku ini bodoh. Sekian lamanya aku menjadi pengagum setianya. Sekian lama juga dia sudah tak menghiraukan aku. Tapi bodohnya aku masih saja mengharap layaknya menjadi cate wilton bagi pangeran william. Hemm terlalu menghayal memang. Aku bingung. Rasanya seperti terhipnotis. Entahlah. Dari sisi mana aku bisa menjadi pengagumnya seperti ini.
Berawal dari pertemuan singkat di persimpangan ambarawa. Sore itu, aku yang nampak malu-malu menunduk rendah menatap wajah tampannya. Oh pangeran berblazer hitam. Nampaknya pesonamu berhasil menarik hati kelam ini. Walaupun tanpa tegur sapa dan hanya melempar senyuman kecil. Tapi hati kita serasa memberi pertanda sebenarnya kita saling mengenal. Lebih dari sekedar mengenal biasa. Ya, memang sebenarnya aku mengenalnya. Dia adalah pangeran berblazer hitam yang kukenal jauh sebelum pertemuan singkat ini.
Sampai suatu saat Tuhan mempertemukan kita lagi. Malam itu,dia bersama temannya berjalan menuju arah yang berbeda. Lagi-lagi tanpa tegur sapa. Entah aku menyadari betapa bodohnya aku waktu itu. Bodohnya lagi aku justru menyapanya lewat sms. Sampai akhirnya dia bilang, “lain kali kalau ketemu tlg sapa duluan. Aku kan gak tau”. Bodoh kan?
Hingga akhirnya kita berpapasan di persimpangan jalan, dimana kita bertemu di sore itu. Kali ini aku dulu yang menyapanya. Tanpa ragu lagi diapun juga menyapaku dengan mantabnya. Aduhai lagi-lagi pangeran berblazer hitam membuat bertekuk lutut di hadapanya.
Tapi entah kali ini aku kecewa. Mungkin aku terlalu berlebihan ketika aku menunjukan kekagumanku kepada pangeran berbalzer hitam. Nampaknya dia tahu. Ah sial. Bodoh memang. Padahal berharap dia tidak tahu menahu soal ini. Sedih banget waktu itu. Sampai akhirnya lambat laun dia jarang menghubungiku. Smspun tidak pernah. Apa lagi bertemu.
Setelah sekian lama tanpa kabar. Pagi itu kami dipertemukan lagi di persimpangan jalan. Lagi-lagi tanpa tegur sapa. Aku baru sadar waktu itu, ternyata dia berjalan persis dibelakangku. Ya Tuhan pertemuan ini benar-benar singkat. Kasian sekali aku waktu itu.
Sudahlah. Aku ini hanya sekedar seorang pengagum. Pengagum bodoh lebih tepatnya. Sampai akhirnya pada suatu malam aku tak sengaja melintas didepan kosnya. Lagi-lagi hanya melempar senyum.
“Wahai pangeran berblazer hitam tak pantas memang dirimu punya pengagum bodoh seperti aku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar