Rabu, 29 Februari 2012

Kentut Maut

Kentut...
Fenomena kentut yang kini belum ku ketahui asal usulnya dan masih menjadi sebuah tanya besar yang sempet nyangkut di kepala ku. Ngomong-ngomong soal kentut, aku punya temen yang hobinya suka kentut. Dia punya segala versi ngentut yang bervariasi. Dijamin gak bakal bosen, *lhah*. Panggil aja si ndul. Kentut, kini menjadi karakter dari temenku yang satu ini. dengan kentut aku lebih mengenal dia lebih dalam. Lewat kentut juga dia menjadi sosok sahabat yang baik hati, tidak sombong dan rajin menabung.
Singkat cerita, aku ma dia pernah ngalamin hal yang paling absurd selama hidup di muka bumi, tanah air Indonesia tanah ibu pertiwi ini. Suatu ketika aku melintas di salah satu gedung milik fakultas Ekonomi, dekat fakultas Sastra. Tepatnya gedung itu menghadap ke timur condong ke arah matahari terbit. Gedungnya full AC, ada kacanya, banyak anak tangganya. Sekilas seperti itulah gambarannya. Tiba-tiba...
“pit, berhenti”, pintanya.
“what happen ndul”, tanyaku dengan harapan cemas.
“akuuuuuuu,,,,”.
“apa ndul?” makin penasaran.
“ sstttt berhenti bentar, aku mauuu..” lanjutnya.
“mau apa ndul,,ngomomg ndul. Apa sihh susahnya ngomong????”
“kamu kok gtu sii? Jahat banget, bentak2 aku”
“nggak kok ndul, mau apa sih, ngomong dong sayang pasti aku dengerin”.(muntah kecoak)
“aku kebelet pitt, nggak kuat pitt benerannnn, tolongin aku pittt”, aku semakin bingung sebenernya apa yang terjadi dengan si sosok ndul ini. karena setiap kata yang keluar itu selalu ambigu dan penuh makna tersirat didalamnya.
“kamu mau melahirkan ya???. Tapi sekarang kita lagi dikampus ndul, aku gak tau dimana RS terdekat. Ngomong2 kamu kapan hamilnya?. Hamil ma siapa? Kamu nglakuinnya dimana?” stupid question.
“begooo luuu!, aku mau kentut nihhh”
“ohh....kentut. ngomong dong. pliss dehh ndul. udah kamu mojok aja disitu. aman”.
“kamu tunggu situ aja, jangan ngintip loh”.(apanya yang diintip ya?*mikir bego*)
“ndul, jangan keras-keras. Malu tau kalo didenger orang.”
“eitzzz tenang aja pit, gak bakal ada yang denger, lagi sepi kok”. Terangnya.
“hemm yaudah, buruan gihh,”
“cesssssssss”, bunyi kentutnya bagaikan ayam yang masukin minyak panas merek “BIMOLI”...(mirip2 iklan TV)
Sumpah, sebenernya aku agak gimana gitu punya temen kek dia. Seneng sih iya. Selain punya kelainan yang lain dari yang lain, dia tuh sangat lain. Karena kelainannya itu kadang aku tuh sedih kenapa aku kok bisa punya temen kek dia. Tapi semua ini sudah takdir. Jodoh, hidup, mati, bahkan punya temen punya stock kentut banyak kek dia tuh sudah diatur sama yang maha kuasa. Disyukuri saja lahhh...
Seusai menjalankan misinya. Entah tiba-tiba terdengar suara yang gak asing lagi. Seperti layaknya suara manusia. Tapi entah apa bener-bener manusia ato bukan. apa jangan-jangan suara seorang makhluk. aku juga bingung kira2 makhluk apa. Terus bentuknya kek gimana. aku semakin bingung ketika suara itu semakin menjadi.
“hushh hushhhhhhh”.suara absurd itu semakin keras.
Aku sama si Ndul mulai kebingungan. Aku mlongo, si ndul ikutan mlongo, kita sama2 mlongo, tau2 ada laler masuk. (Gak lah ding, lalernya malu kalo mau masuk ke mulut orang imut2 kek gueee, wehehe). Ku toleh kanan kiri tapi gak ada siapa2. Ku toleh depan belakang tapi juga gak ada. Ku toleh sekelilingku juga gak ada siapa2. Waktu itu bener2 sepi. Tak ada satupun yang melintasi daerah itu. Konon katanya daerah itu pernah dibuat pacaran pasangan muda-mudi, tiba2 si cowoknya kentut trus MATI seketika*hah*. Aku sempet takut jika hal itu terjadi sama temenku, si ndul. Trus masuk koran “ada salah satu mahasiswa UM yang mati setelah kentut, tepatnya di dekat fakultas ekonomi”. Sungguh berita yang akan membuat hatiku terasa teriris2, tersayat2, TRAGIS.hikzhikz.
Lanjut soal suara misterius itu. Apa mungkin suara itu adalah arwah cowok yang mati karena ngentut saat pacaran. Pikiranku rasanya udah campur aduk banget, seperti adukan susu, gula plus kopi. Jadinya kopi susu gitu deh. Emang enak sih ngopi, cucok bok pas dingin2 kek gini. Serasa dunia milik kita berdua.*nglantur*. Waktu itu aku sama si Ndul semakin worried worried gimana gitu. Walhasil selangkah demi selangkah ku angkat kakiku. Inginnya maksud hati meninggalkan tempat TKP tersebut. Tempat dimana terjadi pembuangan gas alami manusia secara illegal yang sudah pasti akan mencemari lingkungan sekitar. Sejenak, terbesit dalam benakku, apa mungkin arwah almarhum cowok itu tersusik dengan bau kentutnya si Ndul ya?, tanyaku dalam hati.
Tanpa pikir panjang, kami berduapun langsung capcus. Tapi berat banget rasanya mau melangkahkan kaki, rasanya kakiku sudah terpasung erat disitu. Aku bdneran takut waktu itu, ,mau menoleh saja gak berani rasanya. Tiba2...
“ mbak, ngapain dsitu”,suara seorang makhluk tiba2 muncul.
“ hahhhhh,,,siapa itu ndul?”tanyaku
“lariiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.....” aku ma si ndul larii sekenceng kencengnyaaaaaaaaa.
Setelah lari2 kira2 3 langkah. Eitss pas aku noleh, ternyata itu suara cowok tampan banget. Sumprit keren banget. Sekilas mirip Christian Sugiono gitu dah. Ternyata dia ada didlm kelas, pantesan aku cari kemana2 gak ada. dan dia satu2nya saksi kejadian absurdku sma si ndul.
“Gilaaaakkkk,, malu gueeeeeeeeee”, ujar si ndul.
“kamu sihhhhh”, sahutku tanpa ngomong panjang lebar.
Aku sudah terlanjur malu waktu itu, entah muka imutku ini mau ditaro dimana. Aku malu setengah mati.*nutupin muka sambil guling-guling*. Kenapa bisa cowok seganteng dia bisa menyaksikan adegan barusan, orisinil tanpa sensor lagi. Dosa apa aku ya Allah? Dosa apa??*nangis darah*
“Mulai detik ini, menit ini, jam ini, hari ini, gue sama elooo (baca: si Ndul), gak bakal ngulangin hal terbodoh dalam hidup gueee. Okelah, kalo elo emang pengen mengabadikan momentum bersama kentut elo, guee siap jadi saksi elo. Tapi sudah, cukup sekali ini aja. Semalu-malunya gue ma eloo ini lebih malu dari malu malu yang lainya!!. Oke fine. SEKIAN”
=>> This story is dedicated to “Epi Ndul Rani”. I did not mean making u embarrassed ses. It just for fun. LMAO 

BECAUSE OF YOU....EMAK!

“ emak, Fatimah pengen kuliah”
“jangan mimpi kamu!”, sahut emak ketus, “ kita mau makan saja susah, apa lagi mau nerusin kuliah, uang darimana nduk?”
“ tapi mak?”, selaku
“ sudah kamu jangan ngayal, kamu sudah bisa lulus SMA itu sudah beruntung nduk,” tegas emak.
Aku cuma bisa terdiam mendengar kata2 emak, tak ku balas sepatah katapun. Saat ini aku tinggal sama emak dan adik bungsuku, Rahmawati. Kami sudah 3 tahun ditinggal bapak meninggal. Bapak meninggal akibat tabrak lari. Semenjak di tinggal bapak hidup kami serba kekurangan, cuma elak saat ini yang menjadi tulang punggung keluarga. Syukur alhamdulillah walaupun hanya sebagai buruh cuci, emak bisa menghidupi kedua anaknya. Saat ini begitu berartinya kehadiran seorang bapak yang bisa membuat emak bahagia. Sempat aku pinta emak untuk menikah lagi, tapi dengan sentak emak menolaknya. Aku sungguh kasihan dengan emak, setiap hari harus membanting tulang untuk aku dan Rahmawati. Tapi apa daya, akupun juga belum bisa membuat emak bahagia. Aku justru sering membuat emak susah. Ingin rasanya saat ini mengeluarkan emak dari jeruji kepedihan ini.
Ditengah malam nan sunyi, ditemani suara jangkrik yang berkerik, sejenak aku berpikir, sekali lagi bagaimana caranya aku bisa membahagiakan emak, aku terlalu sering membuat emak susah. Dan saatnya aku membalas semua jasa emak. Tapi mungkin jika aku berharap bisa kuliah itu justru membuat emak semakin sedih, dan yang jelas akan membuat emak susah. Dan lagi-lagi susah. Mungkin benar apa kata emak, aku bisa kuliah tapi itu hanya mimpi. Tapi apa salah jika aku tetap mempetahankan impianku menjadi seorang sarjana. Yang nantinya bisa mengangkat derajat emak.
***
Saat ini adalah hari yang sangat menegangkan. Aku harus mengeluarkan semua isi otakku yang sempat aku isi dan kububuhi dengan pengetahuan-pengetahuan selama 3 tahun ini. Yaa, UAN. Setiap detik, menit, hingga berjam-jam kukerahkan semua tenaga dan pikiranku untuk berjuang. Semua ini demi emak. Aku tidak ingin membuat sedih sedikitpun. Walau aku harus bersusah payah. Begadang setiap malam untuk memutar apa yang telah aku peroleh 3 tahun silam.
Setelah 4 hari berjuang untuk menetukan perjuanganku selama 3 tahun memakan bangku sekolah. Sejenak aku memikirkan jalan hidup yang hendak ku ambil, entah kerja atau kuliah. Tapi tak cukup sekali, dua kali, bahkan berkali-kali aku memikirkannya.
***

Pagi itu salah satu guruku mengumumkan kalau saat ini pemerintah membuka jalur pendaftaran mahasiswa secara gratis di seluruh PTNdi Indonesia. Sebuah berita bagus, gak sabar rasanya ingin memberitahu emak, kali aja emak mengijinkanku untuk melanjutkan sekolah.
Sesampainya dirumah,
“ emaaaaak,”..teriakku seiring membuka pintu rumah.
Tapi tak ada sahutan. Entah emak kemana. Tak ada seorang pun dirumah.
Seusai makan malam bersama emak dan adik bungsuku. Seperti biasa kami selalu berbagi cerita, berbagi kebahagiaan bahkan kesedihan. Memijit kaki emak kini sudah menjadi rutinitasku sehari-hari. Karena aku tahu emak begitu kelelahan ketika pulang dari kerja. Seiring aku mengurut kaki emak yang begitu keras karena setiap hari harus mengangkat beban berat.
“emak” ujarku.
“ apa nduk?” tanya emak.
“ada informasi bagus mak, pemerintah saat ini membuka pendaftaran mahasiswa secara gratis, khusus untuk rakyat yang kurang mampu. Mak kira-kira aku boleh kuliah gak?, pinta ku dengan sedikit memelas.
“ oalah nduk2, mana ada toh hari ini yang gratis2. Iya awalnya ngomong gratis, nanti kalo tiba2 bayar gimana?, emak gak punya biaya nduk?, tegas emak.
“ kamu juga tau kan nduk keadaan emak sekarang?” lanjutnya,
“ jangan khawatir mak, nanti aku kuliah trus cari kerja buat bantu emak,” aku berusaha meyakinkan emak.
“ terserah kamu lah nduk,”
Emak sepertinya kurang setuju dengan keinginanku untuk melanjutkan sekolah. Berkali2 emak memintaku untuk kerja , ikut tetanggaku kerja di salah satu pabrik rokok di Surabaya, tapi aku menolaknya. Mungkin aku terlalu jahat sama emak, bukan maksudku untuk mengecewakan emak, tapi aku berusaha untuk membahagiakan emak, setidaknya bukan menjadi seorang buruh. Hanya itu maksudku emak, semoga emak mengerti.
Akhirnya aku putuskan untuk mengikuti seleksi ini. Ku layangkan berkas2ku dibubuhi materai Rp.6000.-. Ada sesuatu yang membuatku terkejut ternyata pesaingnya bukan hanya seratus dua ratus orang saja bahkan hingga beribu2 orang. Tapi ku tak kan menyerah, ku kumpulkan semua tekadku walau sempat pesimis. Dengan niat dan do’a dari emak aku yakin aku bisa.
***
Berhari hari, hingga berbulan bulan aku menunggu dan ternyata tak ada kabar, entah diterima atau tidak kini hanya menjadi harapan kosong. Hingga nilai UAN pun keluar, tapi tak kunjung ada kabar. Syukur alhamdulillah, nilai UANku hampir mendekati sempurna. Setidaknya aku bisa membuat emak tersenyum. Tapi entah kenapa semakin aku mengharap untuk bisa kuliah, semakin emak mendesakku untuk ikut kerja. Akhirnya aku putuskan untuk menuruti pinta emak. Aku berangkat ke Surabaya seminggu setelah pengumunan dan meninggalkan emak dan adikku di rumah. Walau berat rasanya meninggalkan mereka, tapi semua ini demi emak. Apapun kan kulakukan demi emak.
Hari-hari yang kujalani penuh dengan kenestapaan. Di Surabaya ini tak ada satupun yang aku kenal, hanya mbak Tinah-lah yang selalu menemaniku. Itupun ketika larut malam, karena aku dan mbak Tinah harus kerja di tempat yang berbeda. Hari demi hari, hingga 1 bulan penuh. Akhirnya aku bisa mengirim gaji pertamaku untuk emak di kampung. Seneng rasanya.
“ Ya Allah, ini gaji pertamaku. Semoga emak seneng?” terangku dalam hati.
***
2 bulan kemudian, salah satu temanku memberitahuku ternyata aku diterima seleksi dan mendapat beasiswa. Tanpa berpikir panjang, aku segera menuju warnet terdekat dan melihat pengumumanya dengan mata dan kepalaku sendiri. Dan ternyata benar, tertulis dengan huruf besar2 yang membuat mataku enggan jemu mengalihkan pandanganku.
“ SELAMAT KEPADA SITI FATIMAH AZ-ZAHRA, ANDA DITERIMA SEBAGAI MAHASISWA S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS DI UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN AJARAN 2011/2012”
Perasaaan gembira, haru bercampur dalam tangis. Seketika aku langsung sujud syukur, dan kukabari emak dan adikku dikampung. Begitu bahagianya emak mendengar berita ini.
“semoga ini awal dari kesuksesan yang hendak ingin ku capai ya Rabb”, batinku.
Dengan restu emak, akhirnya kutinggalkan pekerjaan ini sebagai pengelinting rokok yang setiap hari harus berkecimpung dengan yang namanya tembakau. Meskipun aku tahu itu tidak baik untuk kesehatan. Walhasil, alhamdulillah berkat perjuanganku dan juga do’a emak aku bisa melepaskan diri sebagai seorang pengelinting rokok.
Kujalani hari-hariku penuh dengan makna. Tak lelah aku untuk mengembara menacari ilmu dikampus. Tak kenal hujan, panas ku langkahkan kakiku untuk menimba ilmu. Di sini, di kampusku, kusempatkan diriku untuk menambah wawasan seluas mungkin. Sempat ada tawaran pekerjaan sebagai tentor untuk anak SD. Tanpa pikir panjang kuambil tawaran itu. Dengan tekun dan ulet kujalani tugasku sebaik mungkin. Walaupun sempat ada rintangan, tapi semua kuhadapi dengan baik, semua ini demi emak. Meskipun kini aku menjadi seorang mahasiswa tapi tak kulupakan tanggunganku untuk tetap mengirim uang untuk emak. Bahkan menjadi penjaga rental-pun ku lakoni demi rupiah untuk hidupku di sini. Menjadi jasa translation-pun pernah ku jajali. Bahkan menjadi seorang cerpenis, dan alhamdulillah kini menjadi seorang cerpenis menjadi pekerjaan tetapku. Banyak media massa yang membutuhkan tulisan-tulisanku . Rasa capekpun tak kuhiraukan. Walaupun kuliahku sempat keteteran. Itu semata untuk membahagiakan emak.
Mungkin karena aku terlalu terobsesi untuk bisa membahgiakan emak, aku sempat melupakan urusanku sendiri. Sampai-sampai aku tak mengenal apa itu cinta. Hingga akhirnya temanku menyadarkanku akan hal itu.
“ fatimah, kita sekarang sudah semester 7, pernah gak sih kamu kepikiran buat mikir masa depan kamu? Yaa kamu tau kan maksudku apa?” tanya Nadia.
Nadia adalah sahabat baikku, dia selalu setia kemapun aku pergi, dia selalu ada disaat aku membutuhkanya. Dia baik banget orangnya.
“ hehe, gimana ya Nad?, belum dikasih kali Nad”. Jawabku sambil cengar cengir.
“ kamu nih kebiasaan deh kalo diajak serius mesti ngeledek terus. Sekali-kali kek mikir cowok gtu, jangan akademik mulu.” Ujar Nadia dengan sedikit kecewa.
“ iya sih, hemm gampanglah soal itu”. Jawabku singkat.
“gak segampang itu kalii, eh fat gimana tuh sama si Ahmad, hhe?” ledeknya.
“ hiii apaan sih Nad, tau lah Nad semua indah pada waktunya, ya kan?” terangku.
Aku sudah mengenal Ahmad 2 tahun yang lalu. Dia juga sempat menyatakan cintanya. Tapi aku menolak. Semua ini kulakukan demi emak. Bahkan dia pernah berjanji akan menungguku hingga aku siap. Aku pilu. Aku binggung. Walaupun dalam hati kecilku tak sedikitpun rasa untuk mengabaikan Ahmad. Tapi aku yakin semua ini sudah ada yang mengatur.
***
Hingga tak terasa 4 tahun sudah kulalui, kini aku lulus mendapat gelar seorang sarjana. Sungguh tak terbayang perjuanganku selama ini terbayar sudah. Dan akhirnya aku juga lulus tes PNS, kini aku menjadi guru bahasa Inggris disalah satu SMA favorit di Malang. Kini emak yang sudah tua, ku pinta berhenti bekerja sebagai buruh cuci. Kucukupi semua kebutuhan emak, apapun yang emak minta akan ku turuti selagi aku mampu. Alhamdulillah, akhirnya aku juga bisa mewujudkan impian emak, emak bisa naik haji. Sedangkan adik bungsuku Rahmawati, kini sedang melanjutkan sekolahnya di luar negeri, dia sangat beruntung mendapat beasiswa kuliah di University of Melbourne, salah satu universitas terkenal di Australia.
Kini emakpun bahagia, begitupun aku dan adik bungsuku. Tak henti2nya kuucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas semua yang telah diberikan kepadaku, emak, dan Fatimah.
Untuk soal cinta, Alhamdulillah kemaren Ahmad sudah meminangku, insya Allah bulan depan kami menikah. Memang benar, semua indah pada waktunya. Untuk mencapai kesuksesan selalu dibutuhkan perjuangan. Tak mudah memang. Tapi semua bisa terwujud bila disertai niatdan yang tak kalah penting do’a seorang Ibu.
Mom, you are my everything. Without you maybe I cannot be like now. Thanks for your effort that you have done for me. Thanks for your support. I love you mom.
“Aku sayang emak”
Anakmu,
Siti Fatimah Az-Zahra
***

“TRAGEDI SAMBEL KECAP”

Di pagi yang cerah, saat sang mentari mulai merekah, menebarkan senyum indahnya lebar-lebar. Sinarnya yang sempat menerobos celah kecil cendela kamarku, membuatku terbangun dari alam yang berhiaskan mimpi-mimpi indah yang selalu hadir disetiap malamku.
“ Dewi, sudah siang ini, kok belum sarapan toh? Terang ibu.
“ Iya bu, bentar” sahutku.
Seperti biasa, sebelum berangkat ke sekolah aku terbiasa sarapan. Menikmati masakan ibu yang begitu menggoda selera dan tiada tandingan di dunia ini, hhemm masakan ibu paling top margotop dah. Menu hari ini cukup membius lidah ku untuk segera menyantap hidangan yang tertata bersebelahan dengan gorengan tempe dan sambel kecap ala ibu ku.
Pagi itu aku makan lahap banget kek unta padang pasir yang sudah sebulan gak makan, bisa bayangin gimana rakusnya?. Hhe. Sambel bikinan ibu tuh puedes banget dan cocok dicolekkan dengan segala jenis makanan sperti tempe, tahu, terong dan lain-lain.
“Huahauhauha...maknyussss, pedes banget sih sambel ibu? Rasanya bibirku terbakar”, terangku dalam hati.
Dengan wajah penuh keringat kepedasan dan wajah yang hitam bercampur merah gak karuhan, ku langsung cabut ke sekolah.
***
Sesampainya di sekolah.
“ Ah, sial. Telat lagi deh aku. Nih gara2 angkot yang aku naiki tadi mogok segala, mampus nih kena poin tatib,” kesalku.
Tanpa basa-basi aku langsung bergegas menuju kelas. Tumben sepi gak kayak biasanya.
“Aduhai, ada apa ini”, gumamku.
“ Dewi, ya ampun jam berapa ini baru datang?” tanya bu Ina , guru paling judes di sekolah.
“ Eee..eee.e..e,, iituuuu bukk,” ujarku tak sampai.
“ Sudah-sudah, apapun alasanya, siapin kertas dan ambil soal didepan”, sahut Bu Ina.
“ Oh my gosh, mati gua, hari ini ulangan bahasa inggris, semalem gak belajar lagi gara2 begadang nonton tv. Bego bego” batinku.
Sumpah, bahasa inggris tuh pelajaran yang paling aku benci, dan yang namanya ulangan pasti mengulang mengulang dan mengulang.
“ Nih soal sulit banget sih, apa aku nya yang bego yah?” gumamku.
Seiring aku mengerjakan tugas, tiba-tiba perutku mules, rasanya seperti digerus pakek cobek ma huleg2 (buat bikin sambel).
“ Aduh ni perut kenapa lagi, bikin konsentrasi ku ilang aja nih”, kesalku dalam hati.
Walhasil , ku kumpulkan semua keberanianku, aku langsung ijin ke Bu ina ke toilet. Aku langsung menuju ke toilet deket kelas, eh ternyata full. Akhirnya aku ke toilet deket mushola dan ternyata full juga, gara2 anak kelas sebelah abis olahraga jadi banyak yang ke toilet. Aku langsung menuju toilet deket kantor, gak taunya tuh toilet masih di renovasi. Sial banget waktu itu, udah kebelet, kagak tahan dan ternyata toilet full semua. Udah gak ada harapan lagi aku harus kemana, perut sudah gak bisa diajak kompromi. Rasanya pengen nangis muter2 ke toilet satu, ke toilet lainya tapi penuh semua.
Entah, malaikat apa yang barusan melintas, walhasil ada ide cemerlang bagaikan bintang yang bersinar diangkasa raya.
“ Ahaa, kenapa gua gak kepasar aja, hah bego kenapa baru kepikiran sekarang”, celotehku.
Tanpa berpikir panjang ku raih semua tenagaku untuk melaju ke pasar. Kebetulan sekolah ku dekat dengan pasar, namanya Pasar Turi. Sesampainya dipasar.
“Walhasil ku temui juga dikau wahai toilet. Tak kuat rasanya diriku menahan sakit perut ini,” ujarku.
Aduhai, tapi ada tulisan besar yang bikin aku terpesona sejenak aku melintasi toilet.
BUANG AIR KECIL = Rp. 1000,-
BUANG AIR BESAR = Rp. 1500,-
MANDI = Rp. 2000,-
“ Gilaaa, hari gini emang gak ada yang gratis, mau pup aja harus bayar, huft”.
Akhirnya, aku puas2in di toilet, lagian udah bayar mahal2.
“Hahhh, akhirnya keluar juga lohh, butuh perjuangan keras buat nyari toilet. Hah legaaaa dehhh”, *senyum nyengir*
“ Ini gara2 sambel kecap nih, aku jadi kek gini, ni salah ibu pokoknya salah ibu”,gumamku seiring perjalan kembali kesekolah.
“ Hemm, kayaknya enak nih buka warung, trus menunya bertemakan “sambel”, sambel orek, sambel kecap, sambel tomat pedas kecut, dll. Abis itu buka toilet umum. Haha. Abis makan diwarung trus masuk ke toilet deh”, batinku.
Selagi aku memikirkan ide konyolku itu, dan ternyata ulangan pun sudah berakhir. Dan dengan pemantaban hati siap2 untuk kena omel Bu Ina.
“ Sambel kecap oh sambel kecap, thanks deh buat hari ini.” 
***

Ibu ke 2

Sebelumnya, sekali lagi syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang sudah memberi gua malaikat yang selalu setia sampe kapan pun, yaitu nyokap gua. Selain punya nyokap gua yang asli, gua juga punya nyokap ke-2. Gua nganggap dia sebagai nyokab gua, soalnya dia udah nyokap gua sendiri. Dia adalah salah satu guru waktu gua SMP dulu, orangnya baik banget, tanpa dia mungkin gua gak bakal bisa kek gini. Sekali lagi terima kasih buat ibu, ibu udah berjuang banyak buat gua. Emang saat ini gua belum bisa ngebalas apa yang ibu kasih ke gua, tapi aku yakin suatu saat gua bisa membalasnya, kalopun gua belum sempet ngebales sekarang, insya ALLAH gua bisa ngebales entar di akhirat, amiiin ya Rabb.
Dia, sempet menjadi salah satu dari deretan guru yang gak gua suka waktu itu. Karena sedikit judes, rada cerewet, kalo ngasih tugas sulit, kalo ulangan gak enak, dan juga pelit nilai. Tapi itu dulu sebelum gua mengenal siapa ibu sebenernya. At that time, dia jadi wali kelas gua, senengnya gua sama ibu karena ibu selalu mngajarkan kita tentang makna disiplin dan pantang menyerah.
Perpisahan kelas tiga pun usai, dan waktu itu gua gak punya cita2 buat ngelanjutin sekolah. Sempet disayangkan sama temen gua, soalnya nilai UAN gua lumayan memuaskan. Gua sempet putus asa waktu itu, disisi lain orang tua gua gk punya biaya buat sekolah, disamping itu adik gua juga masih kecil, otomatis kebutuhan juga terbatasi. Walhasil, ibu ini kasih support ke gua, kasih motivasi supaya gua gak berhenti sampe disini. Alhamdulillah Allah memmberikan pentunjuk melalui ibu.
Gua masih inget banget, waktu itu gua dikasih uang Rp.5000,-,buat ngambil formulir pendaftaran di salah satu sekolah negeri di tempat gua, sama dengan temen gua, dia sempet mau daftar, walhasil dia mutusin buat berhenti. Tapi disisi lain, gua bulatkan tekad gua buat menuntut ilmu, begitu sulit meyakinkan kedua orang tua gua. Begitu besarnya mereka, ibu, bapak, dan ibu ke 2 gua.
Hingga akhirnya beliau nyaranin gua buat ngambil jurusan Tata Busana, yang sebenernya gua gak ngerti sama sekali, dan buta tentang ilmu jahit menjahit. By the time, gua sekolah dan perjuangan kedua orang tua gua buat ngedapetin beasiswa itu gak semudah ngebalikin telapak tangan. Beliau sudah bantuin uang SPP gua, beliin gua mesin jahit, sampe kuliah ini pun gua juga dikasih. Gua pengen banget disamping gua bisa ngebahagiain orang tua gua, gua juga bisa ngebahgiain orang tua ke-2 gua.
Perjuangan gigih beliau saat kuliah dulu patut ditiru. Beliau pernah cerita ke gua kalo untuk bayar uang kuliah beliau harus kerja. Disisi lain, alhamdulillah Allah memberi gua kesempatan yang tak ternilai harganya sampe gua bisa kek gini, bisa kuliah. Kelak kalo gua pengen bisa sepeti beliau. Dengan semangat juangnya yang tinggi hingga bisa menaik hajikan orang tuanya.
“Bu, saya salut sama ibu, tanpa ibu saya gak bisa seperti ini, tanpa ibu saya bukan lah apa2. Saya sangat bersyukur sama Allah karena telah mengirim ibu sebaik engkau. Engkau sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri. Kisah perjalanmu yang penuh perjuangan adalah motivasi terbaik saya. Sekali lagi terima kasih ibu, sampai kapanpun saya tidak akan melupakan semua kebaikanmu. Terima kasih ibu ”
Mungkin itulah secuil pesan yang bisa gua sampein ke beliau. Sungguh ibu yang bijaksana, tegas, sabar, dan murah hati.

SIAPA GUA?



Gua upiet, saat ini gua berumur 19 tahun. Saat ini gua sedang menempuh study di salah satu universitas terkemuka di Malang.  Syukur Alhamdulillah gua bisa melanjutkan sekolah sampai sejauh ini. Ini adalah anugerah terbesar yang Tuhan berikan ke gua. Amin ya Rabb. J
Gua sempet punya panggilan2 aneh sejak gua masih kecil sampek sekarang ini. Hingga akhirnya “Upiet” nama akrab yang selalu terdengar di telinga gua. Satu hal yang akan gua inget sampek kapanpun yaitu cara orang2  membedain gua dengan temen2 gua. Nama asli gua tuh Fitri, waktu itu gua SD dan ternyata ada 3 nama Fitri dikelas, diantara ke 3 nama fitri itu, dengan akrabnya guru2 gua panggil fitri kecil. Sempat ada pembicaraan antara guru sama temen gua, “tolong panggilkan fitri”. temenku bilang, “fitri yang mana?”, “owh itu, fitri yang kecil”. Alhasil ini terjadi sampek saat ini, sampek gua kuliah pun juga masih sama, pasti mereka taunya gua dari fisik gua yang kecil bin imut2,,hhe. Dari SD, SMP, bahkan SMA, hemm tapi SMA ini dari ke-4 nama fitri, gua bukan fitri kecil lagi, soalnya ada yang lebih kecil dari gua, hahah* ngakak sambil loncat2*.ckckck . however, gua bangga lah , setidaknya gua punya karakter yang mudah dikenal banyak orang walupun dengan identik “ke-Kecil-an” gua,*nyesek*
Eh anyway busway, nih cerita paling lucu tapi sedikit menyedihkan sih. Gini ceritanya, waktu itu gua sempet dikenalin sama temen kuliah gua, anak FIK dia. Eh dianya ngajakin gua ketemuan, its okay lah,,hho. Tau2 dia bilang gini ke gua, “agus bilang ke gua suruh nyari kamu, dia bilangnya, cari aja iz dia anaknya KECIL pakek kacamata”, “alhasilnya loe yah”. Gua cuman bisa cengar-cengir, gak tau nya temen gua juga nganggap “keKECILan” gua sebagai salah satu identik yang melekat dalam diri gua. Tapi yang bikin gua sedikit nyesek tuh kenapa orang cuman bisa ngeliat dari kekurangan saja. Whatever lah orang mau bilang kek apa tentang gua, yang penting gua bisa menikmati semua yang Tuhan berikan ke gua. Karena gua tau gak ada yang sempurna di dunia ini. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Yahh, itulah ungakapan isi hati gua kenapa gua sampek saat ini gua punya sesuatu yang bisa gua bnaggain dari keidentikan gua ini. So, buat kamu2 yang ngerasa diri loe kecil, gak usah minder sob. Seperti kata2 berikut ini yang sempet gua quote dari temen gua, “ semua orang mempunyai keterbatasan, tetapi jangan membuat diri kita dibatasi oleh keterbatasan itu”. J
***


CINTA MONYETe



Teringat 8 tahun silam, waktu itu gua masih kelas 6 SD. Tempat dimana gua mulai mengenal apa itu cinta, walaupun hanya cinta anak2 atau banyak orang yang bilang kalo itu namanya “Cinta Monyet”. Hemm sungguh kisah romantisme ala monyet. Sebenernya gua penasaran kenapa sih kok banyak yang bilang kalo cinta seusiaaan anak SD tuh dibilangnya cinta monyet. Alhasil gua baru ngerti kalo cinta monyet tuh cinta buat main2 alias gak ada keseriusan dlm percintaan. Wajah2 anak SD yang masih menunjukkan kepolosan gua waktu itu, hemm jadi teringat seseorang. J
Waktu itu gua beteman sama sobat gua, sobat gua yang satu ini rada alay dia. Gua sama dia beda sekolah, tapi masih tetanggaan. So, gua masih bisa lirik sana lirik sini sama cimon gua,hhe. Gua sama temen gua Dina (udah merit sih dia sekarang, tapi belum punya anak J) dikenalin sama temen sekelasnya sobat gua nih. Hemm panggil aja cimon, dan temenya “Adim”. Gua sama Dina ini rada cuek sih nanggepinnya, namanya juga anak SD mana tau pacaran, gak seperti anak sekarang masih TK aja udah berani cinta2an. Gak percaya????. Waktu itu gua lewat rumahnya tetangga gua, ditemboknya tuh full sama tulisan2 kek gini nih ”Rahman sayang Lala, Rahman cinta Lala” ,”jangan ambil pacarku”. Nah, aku sempet mikir, namanya juga anak TK, baru bisa belajar nulis. Ya tapi kenapa yang tulis soal cinta2..hhu
Kembali ke cimon gua, satu hal yang gak bakal gua lupain. Surat cinta dari dia,,ckckck. Pengen ketwa2 sendiri kalo gua nginget2 isi suratnya. Sempet gua simpen sih tapi sekarang udah ngilang, dibawa tikus kali. Soalnya dirumah gua tuh tikusnya banyak banget dahh, kasian bapak gua kalo malem nggak bisa tidur.*hhi*
“Pit, kalo kamu gak pendek pasti aku suka sama kamu. Tapi aku mau mencintai kamu kalau kamu kasih aku uang Rp.7000, kutunggu di mbak Kos”,,nihh isi surat ala cimon gua. Dan suratnya pun sama kek punyak si Dina yang dikirim oleh si Adim. Cuman dia mintaknya Rp.10000, soalnya dia cantik dari gua jadinya mintanya agak banyak. Gua tau emang gua gak cantik juga gak tinggi lagi, tapi seengaknya gua imut2lah,hhe *nyadar diri*.
Hampir tiap pulang sekolah gua dapet kiriman surat2 bin aneh kayak tadi, *memalukan*. Eniwei disinalah gua ngerti cinta itu apa, meskipun cuman cimon,,hhe. Oh iya ding , bener kata oramg kalo dunia itu tak seluas daun kelor, gua baru nyadar kalo rumah cimon gua itu tetanggan sama rumah sodara gua. Then, terakhir ketemu cimon gua pas SMA, kek nya dia gak nglanjutin. Yang bikin gua sedih, dulu tuh kek nya dia anak baik2, pas gua ketemu kok kayak jadi anak nakal gitu pakek anting segala kayak preman gitu, hih ngeri deh liatnya.
Yah begitulah sekilas tentang kisah cimon gua, mungkin si cimon gua nih juga udah lupa sama gua. Gak apalah, yang penting gua masih inget. Sebelumnya, sory buat cimon gua, cerita loe sama gua masih gua simpen, cerita konyol tapi penuh cinta, cinta ala monyet.

***

Jeritan Batinku


Ku coba bertahan setegar batu karang
Namun, perlahan karang itu rapuh
Terhempas sapuan deburan ombak yang menerjang
Hancur lebih dari berkeping-keping

Aku tak setegar dulu
Hatiku perih
Remuk
Sakit akan duka yang selalu menyelimuti jiwa yang lusuh ini

Rasa ini tak tampak memang
Tapi membuat dada ini terasa sesak
Resah, gelisah
Tak ada yang peduli
Tak ada yang bisa mendengar jeritan perih batin ini

Aku muak!
Aku marah!
Ingin ku berteriak!
Tapi entah,
Mulut ini serasa terkunci rapat-rapat
Aku hanya bisa membisu, terbungkam

Dunia fana ini memang kejam
Untuk apa dulu kita saling dipertemukan
Merajut sebuah cinta
Tapi yang ada hanyalah penghianatan
Pembualan

Dulu ku berharap cinta ini seperti  layaknya sebuah dongeng
Bisa memiliki akhir yang bahagia
Tapi aku sadar
Aku terbangun dari realita ini
Ternyata tak semua dongeng berakhir bahagia

Oh Tuhan, rasa ini terlalu pahit jika terus ku pendam
Aku lelah dengan semua ini
Tuhan, tolong katakan padaku bagaimana aku bisa keluar dari sini
Akupun ingin bahagia walau tak harus bersama dia
Dia yang telah merenggut kebahagiaanku


Senin, 27 Februari 2012

Missing You So Much, Mom


Sudah dua minggu berlalu, dan hampir tiga minggu aku tidak pulang kampung karena ada urusan yang harus ku selesaikan di kampus. Ini sangat jarang terjadi. Tidak seperti biasanya. Aku yang terbiasa pulang ke rumah seminggu sekali. Kini harus berlama-lama dan menghabiskan waktuku jauh dari ibu. Entah kenapa kali ini aku sangat merindukan ibu. Merindukan canda tawa bersama ibu. Merindukan wajah ibu yang penuh akan kasih sayang.  Merindukan masakan ibu. Memang, kerinduanku saat ini hanya tertuju pada ibu.
            “wes maem durung? Ojo sampe telat maem loh  nduk, ben ra loro eneh.”
            (sudah makan belum? Jangan sampai telat makan loh nak, biar tidak sakit lagi)
            Begitulah pesan singkat yang ibu layangkan kepadaku. Ibu sangat perhatian. Pertanyaan sederhana seperti itu yang justru membuatku semakin rindu pada ibu. Ibu tak pernah sedikitpun mengabaikanku. Meskipun jarak memisahkan aku dan ibu, tetapi bukan berarti aku tidak bisa dekat dengan ibu. Aku rela berpisah dengan ibu demi membahagiakan ibu kelak. Saat ini, aku sangat merindukan hari-hari indahku bersamanya. Hari-hari yang yang sangat berkesan. Dimana aku mengerti akan besarnya kasih sayang. Mengerti akan hangat dalam dekapannya. Mengerti akan begitu besar pengorbanannya. Mengerti akan pentingnya arti hadirnya disisiku.
            Aku sangat sensitif ketika ibu mengucapkan kata “sakit”.  Itulah yang membuatku semakin merindukan akan hadirnya dia di sisiku. Teringat 4 bulan yang lalu. Saat aku terpaksa harus dirawat di rumah sakit karena sebuah keadaan yang memaksaku untuk dirawat di rumah sakit. Dialah perawatku. Melebihi perhatian perawat rumah sakit disitu. Bahkan dialah pembantuku. Dia rela lari kesana-kemari, ku pintanya hanya untuk  mencari segelas teh hangat. Dia suapkan bubur dengan sayur asam yang berisikan kacang panjang bercampur bayam. Ah,  makanan itu sungguh tidak enak jika dibandingkan dengan masakan ibu.Aku seharusnya malu sama ibu saat itu,  dia rela tidak makan. Dia rela menahan perutnya kosong, perih, tetapi justru dia mengacuhkannya. Dia rela tidak tidur hanya untuk menemaniku yang tergeletak tak berdaya di atas kasur. Aku yang saat itu tertidur pulas di kasur yang empuk, tapi justru dia mengalah. Dia tidur di atas gelegaran tikar dan berselimutkan jarik coklat bermotif kawung.  Bahkan dia rela tidak mandi hanya untuk selalu menyandingku di sampingnya. Tak sedetikpun dia melangkahkan kakinya untuk tidak jauh dariku. Dia tidak mau terjadi apa-apa denganku. Setiap menit, setiap jam, setiap waktu dia selalu menyanyakan keadaanku.
            “piye wes penakan durung?” (bagaimana, sudah baikan belum?).
            “isik loro gak nduk?” (masih sakit gak nak?).
            “arep maem opo nak?” (mau makan apa nak?).
            “ngomong nang ibuk, nek arep opo-opo.”(bilang sama ibuk kalau mau apa-apa).
            Dengan lembutnya dia uraikan kata-kata itu. Bahkan sempat dia menteskan air mata. Sungguh tak sanggup rasanya mengingat waktu itu. Begitu besar pengorbanannya. Begitu besar perjuangannya. Semua dia lakukan hanya untuk kesembuhanku semata.
            Di malam yang sunyi, tenang,  ketika semua penghuni kostan ini mulai beranjak ke alam mimpi indah mereka, bertemankan dengan netbuk pemberian dari ibu dan bapak, jari-jemariku mulai menari dengan indahnya. Merangkai huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat. Hingga terangkai sebait pesan yang ingin kusampaikan untuk ibu yang nan jauh di sana.

            Ibu,
            Saat ini aku merasa dingin, aku menginginkan selimut yang penuh akan kehangatan, seperti hangatnya dalam  dekapan dan pelukanmu.
            Ibu,
            Saat ini aku merasa suntuk terlalu banyak beban tugas yang harus ku kerjakan, aku merindukan dukungan dan semangatmu, seperti yang pernah kau beri saat aku jatuh sakit waktu itu.
            Ibu,
            Saat ini aku sangat membutuhkan hadirnya seseorang yang mau menemaniku dengan sejuta kasih sayang, seperti besarnya kasih sayangmu yang tak pernah pupus.
            Ibu,
            Ibu,
            Ibu
         &nbrp;  Aku sangat merindukanmu.   
                                    “Mom,  I always miss the best moment that we’ve done. Everything, everywhere, everywhen, and everytime, I’ll always remember it. Here, I am alone. Now, I am thinking of you. Thinking the greatest angle that I have, thats you my beloved Mom. Thanks God for giving the best mom like her”.
            Thats all..................
                                                                                              Your beloved daughter
                                                                                                          Upiet